Makalah ekonomi islam / Syariah: Perlindungan hukum bagi nasabah atas produk cicil emas
Makalah ekonomi islam ini merupakan makalah tentang perlindungan hukum untuk nasabah dan bank syariah adalah untuk menghindari adanya wanprestasi atau kelalaian.Urgensi di cantumkannya klausula mengenai perlindungan hukum untuk nasabah dan bank syariah adalah untuk menghindari adanya wanprestasi atau kelalaian di salah satu pihak yang dapat mengakibatkan kerugian di pihak lainnya. Bentuk perlindungan hukum untuk nasabah atas produk cicil emas ini adalah adanya pencantuman klausula mengenai asuransi. Perlindungan hukum untuk nasabah dalam akad murabahah pembiayaan kepemilikan emas yang diikuti dengan akad rahn ini dengan pemberian asuransi yang dibayar di muka pada saat akad berlangsung, yang akan dibayarkan bank pada saat di awal dan di muka pada akad berlangsung. Asuransi dipergunakan untuk mengcover emas bila mana terjadi resiko.
untuk selangkapnya makalah ekonomi islam / ekonomi syariah dengan judul "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
NASABAH ATAS PRODUK CICIL EMAS DI PERBANKAN SYARIAH" dapat di baca dibawah ini :
HARJAYUDANTA, YURIS
Urgensi di cantumkannya klausula mengenai perlindungan hukum untuk nasabah dan bank
syariah adalah untuk menghindari adanya wanprestasi atau kelalaian
di salah satu pihak yang dapat mengakibatkan kerugian di pihak lainnya. Bentuk
perlindungan hukum untuk nasabah atas produk cicil emas ini adalah adanya pencantuman
klausula mengenai asuransi. Perlindungan hukum untuk nasabah dalam akad
murabahah pembiayaan kepemilikan emas yang diikuti dengan akad rahn ini dengan
pemberian asuransi yang dibayar di muka pada saat akad berlangsung, yang akan
dibayarkan bank pada saat di awal dan di muka pada akad berlangsung. Asuransi
dipergunakan untuk mengcover emas bila mana terjadi resiko
Perbankan
syariah dalam perkembangannya di Indonesia yang awalnya di prakarsai oleh Bank
Muamalat sejak tahun 1992 yang kemudian didukung dengan adanya Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan dan telah di ubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut Undang-undang Perbankan). Dukungan
pemerintah dengan dikeluarkan landasan hukum bagi perbankan syariah, telah
membawanya kian berkembang pesat dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (selanjutnya disebut dengan Undang-undang
Perbankan Syariah).
Undang-undang
Perbankan Syariah diharapkan dapat mendorong perkembangan perbankan syariah
sebagai lembaga intermediasi dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan Pasal 1
angka 7 Undang-undang Perbankan Syariah menyebutkan bahwa bank syariah adalah
bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut
jenis nya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.
Di
dalam suatu pengertian umum tentang bank syariah adalah kegiatan bank syariah
atau bank Islami yang mencoba menerapkan hukum agama Islam (syariah atau
syari‟a) ke dalam suatu sektor perbankan atau kedalam sektor komersial
modern lainnya. Bank syariah terdiri dari dua kata, yaitu (a) bank, dan (b)
syariah. Kata bank bermakna sebagai suatu lembaga keuangan berfungsi sebagai
perantara keuangan dari dua belah pihak, yaitu pihak yang berkelebihan dana dan
pihak yang kekurangan dana. Kata syariah dalam suatu versi bank syariah di
Indonesia adalah suatu aturan perjanjian berdasarkan yang telah dilakukan oleh
pihak bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/ atau pembiyaan kegiatan
usaha maupun kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam.1
Penggabungan
kedua kata diatas, yaitu menjadi “bank syariah”. Pengertian Bank syariah adalah
suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara antara pihak yang
berlebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan
kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, bank syariah biasa
disebut dengan Islamic banking atau interest fee banking, yaitu
suatu sistem perbankan yang dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan
suatu sistem bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidakpastian
atau ketidakjelasan (gharar).2
Bank
berdasarkan prinsip syari‟ah atau bank syariah, seperti bank konvensional juga
berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, yaitu suatu lembaga yang dalam
kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan serta
menyalurkannya kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya
dalam suatu bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya terletak pada bahwa bank
syariah dalam melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest
free), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian
keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle atau PLS
principle).3
Berdasarkan
penjelasan Pasal 2 Undang-undang Perbankan Syariah, kegiatan usaha yang
berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung
unsur-unsur :
a. Riba, yaitu penambahan
pendapatan secara tidak sah (bathil) antara lain dalam transaksi
pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitasnya, kuantitas, dan waktu
penyerahan atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah
mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya
waktu (nasi‟ah).
b. Maisyir, yaitu transaksi yang
digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat
untung-untungan.
c. Gharar, yaitu transaksi yang
objeknya tidak jelas, tidak memiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak
dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam
syariah.
d. Haram, yaitu transaksi yang
objeknya dilarang dalam syariah.
e.
Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak
lainnya.
Sebagaimana
disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 Undang-undang Perbankan memberikan batasan
pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan / atau pembiayaan
kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah
antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip
jual beli dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan
barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan pemindahan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lainnya (ijarah
wa iqtina).
Bank
konvensional memiliki beberapa perbedaan dengan bank syariah dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat. Bank konvensional memiliki suatu fungsi sebagai lembaga
intermediasi, yaitu sebagai perantara dari pihak yang kelebihan dana dengan
pihak yang kekurangan dana, baik dalam penyertaan permodalan maupun prinsip
pinjaman dalam rangka memenuhi kebutuhan pembiayaan yang menggunakan penerimaan
bunga yang dilarang dan tidak diperbolehkan didalam syariah. Sehingga bank syariah
dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat melakukan akad-akad bagi hasil dan
akad-akad jual-beli untuk pemenuhan pembiayaan dan tidak menggunakan pinjam
meminjam uang dalam rangka kegiatan komersial, karena setiap pinjam-meminjam
uang dilakukan dengan persyaratan / atau janji pemberian imbalan adalah
termasuk riba.4 Implementasi penggunaan riba dapat berdampak
buruk bagi perekonomian, yaitu diantaranya:
1.
Ketidakadilan distribusi pendapatan dan kekayaan
Prinsip
riba (bunga) yang memberikan hasil tetap (filex return)
pada satu (pemodal) dan hasil tak tetap pada pihak lawan (pengusaha)
jelaslah tidak adil dan mematikan motivasi pengusaha. Distribusi pendapatan
dalam system riba tidak didasarkan atas dasar kecilnya kontribusi yang
disumbangkan ataupun berbagi resiko (risk sharing), melainkan didasarkan
atas penggeseran resiko (risk sharing) dari pihak yang kuat kepada pihak
yang lemah.
2.
Potensi eksploitasi terhadap pihak yang lemah (deficit spending units)
dan keuntungan lebih berpihak pada orang-orang kaya (surplus spending units)
Sistem
riba mempunyai kecenderungan terjadinya akumulasi modal pada pihak
bermodal tinggi, meskipun jumlah penabung kecil pada sistem perbankan
konvensional jauh lebih besar dari pada jumlah depositor besar, namun nilai
total tabungan sangat kecil dibandingkan nilai total deposito yang dihimpun
sektor perbankan, dan hal ini berarti para deposan besar lah yang menikmati
keuntungan dari sistem riba.
3.
Alokasi Sumber Daya Ekonomi Tidak Efisien
Prinsip
dan sistem bunga membawa kecenderungan membawa alokasi dana tidak didasarkan
atas prospek profitibalitas usaha melainkan lebih pada dasar kemampuan
pengembalian pinjaman (kolektibilitas) dan nilai jaminan (kolateral).
Dengan demikian bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika sumber daya ekonomi
dikuasai oleh masyarakat yang tidak produktif, maka pertumbuhan ekonomi pun
akan lebih lambat dengan diikuti distribusi yang tidak merata.
Lanjutan makalah ekonomi syariah :
No comments:
Post a Comment