Tuesday, November 18, 2014

Makalah ekonomi islam : Perlindungan hukum bagi nasabah atas produk cicil emas

Makalah ekonomi islam / Syariah: Perlindungan hukum bagi nasabah atas produk cicil emas

Makalah ekonomi islam ini merupakan makalah tentang perlindungan hukum untuk nasabah dan bank syariah adalah untuk menghindari adanya wanprestasi atau kelalaian. 

contoh makalah ekonomi syariahUrgensi di cantumkannya klausula mengenai perlindungan hukum untuk nasabah dan bank syariah adalah untuk menghindari adanya wanprestasi atau kelalaian di salah satu pihak yang dapat mengakibatkan kerugian di pihak lainnya. Bentuk perlindungan hukum untuk nasabah atas produk cicil emas ini adalah adanya pencantuman klausula mengenai asuransi. Perlindungan hukum untuk nasabah dalam akad murabahah pembiayaan kepemilikan emas yang diikuti dengan akad rahn ini dengan pemberian asuransi yang dibayar di muka pada saat akad berlangsung, yang akan dibayarkan bank pada saat di awal dan di muka pada akad berlangsung. Asuransi dipergunakan untuk mengcover emas bila mana terjadi resiko.

untuk selangkapnya makalah ekonomi islam / ekonomi syariah dengan judul "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH ATAS PRODUK CICIL EMAS DI PERBANKAN SYARIAH" dapat di baca dibawah ini :


HARJAYUDANTA, YURIS

Keywords: Perlindungan Hukum, Bank Syariah, Produk Cicil Emas.

Urgensi di cantumkannya klausula mengenai perlindungan hukum untuk nasabah dan bank syariah adalah untuk menghindari adanya wanprestasi atau kelalaian di salah satu pihak yang dapat mengakibatkan kerugian di pihak lainnya. Bentuk perlindungan hukum untuk nasabah atas produk cicil emas ini adalah adanya pencantuman klausula mengenai asuransi. Perlindungan hukum untuk nasabah dalam akad murabahah pembiayaan kepemilikan emas yang diikuti dengan akad rahn ini dengan pemberian asuransi yang dibayar di muka pada saat akad berlangsung, yang akan dibayarkan bank pada saat di awal dan di muka pada akad berlangsung. Asuransi dipergunakan untuk mengcover emas bila mana terjadi resiko

Perbankan syariah dalam perkembangannya di Indonesia yang awalnya di prakarsai oleh Bank Muamalat sejak tahun 1992 yang kemudian didukung dengan adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan dan telah di ubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut Undang-undang Perbankan). Dukungan pemerintah dengan dikeluarkan landasan hukum bagi perbankan syariah, telah membawanya kian berkembang pesat dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (selanjutnya disebut dengan Undang-undang Perbankan Syariah).
Undang-undang Perbankan Syariah diharapkan dapat mendorong perkembangan perbankan syariah sebagai lembaga intermediasi dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-undang Perbankan Syariah menyebutkan bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenis nya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. 
Di dalam suatu pengertian umum tentang bank syariah adalah kegiatan bank syariah atau bank Islami yang mencoba menerapkan hukum agama Islam (syariah atau syari‟a) ke dalam suatu sektor perbankan atau kedalam sektor komersial modern lainnya. Bank syariah terdiri dari dua kata, yaitu (a) bank, dan (b) syariah. Kata bank bermakna sebagai suatu lembaga keuangan berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua belah pihak, yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata syariah dalam suatu versi bank syariah di Indonesia adalah suatu aturan perjanjian berdasarkan yang telah dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/ atau pembiyaan kegiatan usaha maupun kegiatan lainnya sesuai dengan hukum islam.1
Penggabungan kedua kata diatas, yaitu menjadi “bank syariah”. Pengertian Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara antara pihak yang berlebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, bank syariah biasa disebut dengan Islamic banking atau interest fee banking, yaitu suatu sistem perbankan yang dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan suatu sistem bunga (riba), spekulasi (maisir), dan ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).2
Bank berdasarkan prinsip syari‟ah atau bank syariah, seperti bank konvensional juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, yaitu suatu lembaga yang dalam kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan serta menyalurkannya kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam suatu bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya terletak pada bahwa bank syariah dalam melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest free), tetapi berdasarkan prinsip syariah, yaitu prinsip pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing principle atau PLS principle).3

Berdasarkan penjelasan Pasal 2 Undang-undang Perbankan Syariah, kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur-unsur :

a. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitasnya, kuantitas, dan waktu penyerahan atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi‟ah).
b. Maisyir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
c. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak memiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.
d. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah.
e. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 Undang-undang Perbankan memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan / atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lainnya (ijarah wa iqtina).
Bank konvensional memiliki beberapa perbedaan dengan bank syariah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Bank konvensional memiliki suatu fungsi sebagai lembaga intermediasi, yaitu sebagai perantara dari pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, baik dalam penyertaan permodalan maupun prinsip pinjaman dalam rangka memenuhi kebutuhan pembiayaan yang menggunakan penerimaan bunga yang dilarang dan tidak diperbolehkan didalam syariah. Sehingga bank syariah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat melakukan akad-akad bagi hasil dan akad-akad jual-beli untuk pemenuhan pembiayaan dan tidak menggunakan pinjam meminjam uang dalam rangka kegiatan komersial, karena setiap pinjam-meminjam uang dilakukan dengan persyaratan / atau janji pemberian imbalan adalah termasuk riba.4 Implementasi penggunaan riba dapat berdampak buruk bagi perekonomian, yaitu diantaranya:

1. Ketidakadilan distribusi pendapatan dan kekayaan
Prinsip riba (bunga) yang memberikan hasil tetap (filex return) pada satu (pemodal) dan hasil tak tetap pada pihak lawan (pengusaha) jelaslah tidak adil dan mematikan motivasi pengusaha. Distribusi pendapatan dalam system riba tidak didasarkan atas dasar kecilnya kontribusi yang disumbangkan ataupun berbagi resiko (risk sharing), melainkan didasarkan atas penggeseran resiko (risk sharing) dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah.

2. Potensi eksploitasi terhadap pihak yang lemah (deficit spending units) dan keuntungan lebih berpihak pada orang-orang kaya (surplus spending units)
Sistem riba mempunyai kecenderungan terjadinya akumulasi modal pada pihak bermodal tinggi, meskipun jumlah penabung kecil pada sistem perbankan konvensional jauh lebih besar dari pada jumlah depositor besar, namun nilai total tabungan sangat kecil dibandingkan nilai total deposito yang dihimpun sektor perbankan, dan hal ini berarti para deposan besar lah yang menikmati keuntungan dari sistem riba.

3. Alokasi Sumber Daya Ekonomi Tidak Efisien
Prinsip dan sistem bunga membawa kecenderungan membawa alokasi dana tidak didasarkan atas prospek profitibalitas usaha melainkan lebih pada dasar kemampuan pengembalian pinjaman (kolektibilitas) dan nilai jaminan (kolateral). Dengan demikian bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika sumber daya ekonomi dikuasai oleh masyarakat yang tidak produktif, maka pertumbuhan ekonomi pun akan lebih lambat dengan diikuti distribusi yang tidak merata. 

Lanjutan makalah ekonomi syariah :



No comments:

Post a Comment